Minggu, 27 Maret 2016

Pastika, Damantra, dan Wedakarna Satu Podium Bicara Reklamasi

PODIUM Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS) di Renon, Minggu (27/3) agak berbeda. Sebab, ada dua wakil Bali di pusat hadir dan menyuarakan penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Mereka adalah Anggota DPR RI Nyoman Dhamantra dan DPD RI I Gusti Ngurah Arya Wedakarma.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang juga hadir pada acara tersebut pun merasa bangga karena wadah penyaluran aspirasi yang digagasnya mendapat perhatian dua Senator RI asal Bali tersebut. “Ini menandakan, podium yang saya gagas makin berbobot,” ujar Pastika seraya berharap agar ke depannya lebih banyak lagi wakil Bali di Senayan bisa bicara di PB3AS.
Lebih jauh Pastika menuturkan bahwa gagasan untuk melaksanakan PB3AS terinspirasi oleh kegiatan serupa yang dilihatnya di London. Selain sebagai media penyaluran berbagai aspirasi, melalui kegiatan ini Pastika ingin mendorong orang Bali agar lebih berani bicara. “Di podium ini setiap orang boleh bicara mengenai apa saja tanpa dibatasi waktu, tentunya dengan santun dan beretika,” imbuhnya.
Pada kesempatan itu, Pastika juga mengundang Dhamantra, Arya Wedakarna dan senator lainnya untuk hadir di Simakrama rutin digelar pada Sabtu di minggu terakhir setiap bulannya.
Sementara itu, dalam orasinya Nyoman Dhamantra mengatakan bahwa kehadirannya di PB3AS bertujuan untuk menyuarakan penolakan terhadap rencana Revitalisasi Teluk Benoa yang diatur dalam Perpres Nomor 51 Tahun 2014. Politikus dari PDIP Bali ini menilai, gerakan penolakan revitalisasi Teluk Benoa belakangan makin masif dan serius. Dia berharap hal ini menjadi perhatian Gubernur Mangku Pastika. “Kami berharap Bapak Gubernur ikut bersama-sama memohon kepada Presiden agar Perpres Nomor 51 Tahun 2014 dicabut,” pintanya.
Menurut Dhamantra, faktor niskala menjadi alasan utama gerakan penolakan revitalisasi Kawasan Teluk Benoa.


"Kalau dari segi sekala seperti kajian AMDAL memang masih bisa diperdebatkan. Tapi yang menjadi dasar penolakan kami lebih ke faktor niskala," ujar Dhamantra seraya menyebut ada 31 pura di Kawasan Teluk Benoa yang perlu dijaga kesuciannya.
Lebih dari itu, kata Dhamantra, Bhisama PHDI sudah jelas melarang kegiatan pengurugan laut, danau dan campuhan. 
Selain bicara soal revitalisasi, Dhamantra juga meminta Gubernur mengkaji kembali kebijakan investasi di Bali. Karena dia mengamati, pesatnya pertumbuhan investasi tak membawa dampak signifikan bagi Krama Bali.
"Hotel dan vila menjamur, tapi banyak perajin yang saat ini mengalami kesulitan dan hampir bangkrut," ucapnya.
Untuk itu,dia menyarankan agar Gubernur mengatur kembali regulasi investasi agar lebih berpihak pada kepentingan Krama Bali. 
Pendapat senada juga disampaikan Anggota DPD RI I Gusti Ngurah Arya Wedakarna. Sampai kapan pun, ujar Wedakarna, dia akan berada di barisan terdepan dalam gerakan tolak reklamasi. Meski demikian, dia tetap menghormati aspirasi mereka yang mendukung rencana tersebut.
Ia juga menghimbau agar aspirasi disampaikan sesuai aturan dan beretika. Penolakan juga disampaikan Mangku Wayan Suteja. Dia menolak rencana Revitalisasi Teluk Benoa dengan alasan kawasan Bali Selatan sudah terlalu padat. Selain itu, rencana ini dinilai tak sejalan dengan pembangunan pariwisata berbasis adat dan budaya.
Selain kubu penolak, kelompok pendukung tak kalah sengit dalam mengemukakan pendapat mereka. Komang Gede Subudi, seorang warga Denpasar dengan lantang mengutarakan dukungannya terhadap rencana Revitalisasi Teluk Benoa. Menurutnya, Bali membutuhkan lapangan pekerjaan baru untuk menampung lulusan sarjana yang terus bertambah setiap tahunnya.
Dia juga mengingatkan agar pihak yang pro dan kontra tak mengatasnamakan adat dan agama dalam gerakan mereka. Dukungan juga diutarakan Wayan Suata, Wayan Ranten dan Lanang Sudira. Dalam orasinya, Ranten meluruskan bahwa revitalisasi bertujuan untuk mengembalikan kawasan Teluk Benoa. Dia yang lahir di Teluk Benoa tahu betul kondisi kawasan tersebut yang saat ini sangat memprihatinkan.



“Saat air surut, kita dapat melihat bagaimana kotornya kawasan itu. Banyak sampah, bangkai binatang hingga pembalut wanita. Apa itu yang disebut suci,” ujarnya dengan nada tanya. Kondisi serupa juga dibeber Lanang Sudira yang selama ini aktif dalam gerakan pelestarian mangrove.
Orator lainnya seperti Wayan Sutiawan dari Abian Semal dan Agung Ariawan dari Pedungan lebih memilih sikap netral. Keduanya berpendapat, saat ini keputusan ada di tangan presiden. Jika presiden mencabut Perpres, maka otimatis rencana itu akan batal. Pada bagian lain, Agung Ariawan juga mengkritisi gerakan mengatasnamakan Desa Pakraman yang kemudian difasilitasi kelompok aktifis tertentu.
Menurutnya, penyampaian aspirasi yang mengatasnamakan Desa Pakraman harus sesuai mekanisme. “Ada majelis madya hingga majelis utama, keliru kalau aspirasi desa pakraman dibawa oleh kelompok aktivis. Itu yang perlu diluruskan,” tandasnya.
Menyimak pro dan kontra terkait dengan rencana revitalisasi kawasan Teluk Benoa,
Gubernur Bali Made Mangku Pastika menegaskan dirinya tak berpihak pada kepentingan atau kelompok manapun. “Mereka yang pro maupun yang kontra, semua adalah tanggung jawab saya. Saya tak boleh berpihak dan harus ada di kedua belah pihak,” ujarnya.
Untuk itulah, dia mengundang pihak yang pro maupun yang kontra untuk menyampaikan pendapat di PB3AS. Terkait dengan polemik rencana revitalisasi Teluk Benoa, Pastika akan mempertemukan kedua belah pihak dalam sebuah diskusi. “Mari kita kaji baik buruk dan untung ruginya. Kita bicara dengan pikiran lebih jernih,” pungkasnya. (humas pemprov bali)

 BACA JUGA

-  Bali Diserang Alien Berdasi dalam Bli Gede Tolak Reklamasi 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar