Senin, 30 Mei 2016

Gubernur Bantu Dua KK Miskin Asal Kubu Karangasem


Postingan netizen mengenai warga kurang mampu asal Kubu Karangasem direspons serius Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Yakni dengna mengutus tim Humas Pemprov Bali untuk meninjau langsung ke lokasi. Mereka adalah I Gede Putu, 21 remaja yang berasal dari keluarga kurang mampu, penderita penyakit polio sejak lahir, yang tinggal di Br. Dinas Cucut, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, pada Senin (30/05).

PADA saat ditemui ibunda Gede Putu,   Ni Ketut Copak, menuturkan bahwa sejak lahir anaknya sudah menderita penyakit polio yang menyebabkan tidak bisa berjalan dan duduk serta memiliki kesulitan dalam mengunyah makanan. Selama hidupnya Gede Putu, hanya pernah satu kali dibawa berobat ke Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, namun karena keterbatasan biaya sampai saat ini remaja tersebut belum pernah tersentuh penanganan medis.

"Kami hidup sehari-hari saja susah hanya mengandalkan bantuan dari tetangga sekitar dan memetik dari hasil perkebunan sekitar rumah, untuk itu tidak bisa membawa gede ke dokter," tutur wanita yang memiliki delapan Anak tersebut. Ketut Copak juga menuturkan bahwa saat ini, Ia hanya mengandalkan bantuan dari tetangga sekitar dan sesekali dari anak-anak nya yang sudah menikah, sedangkan suaminya I Nengah Pandri saat ini juga menderita kurang darah, sehingga tidak bisa optimal membantu dirinya untuk bekerja sehari-hari. Ia berharap, ada bantuan dari Pemerintah untuk meringankan bebannya, khususnya bantuan medis untuk anak dan suaminya. 

Sementara itu Prebekel Desa Ban, Wayan Potag, membenarkan bahwa keluarga dari Ni Ketut Copak merupakan salah satu dari kk miskin yang ada di Desa Ban. Keluarga tersebut sebelumnya sudah mendapatkan bantuan bedah rumah dari Pemerintah  Desa, namun untuk bantuan medis sampai saat ini belum diperoleh karena keterbatasan dana yg dimiliki oleh desa. Selanjutnya, ia mengungkapkan bahwa jumlah KK miskin yang ada di Desa Ban sebanyak 1.130 dari 3.020 jumlah KK yang ada didesa tersebut. Menurutnya, sampai saat ini kendala yang masih di hadapi oleh masyarakat desanya  adalah ketersediaan akses jalan yang memadai, ketersediaan air Bersih serta penambahan jumlah sarana dan prasarana pendidikan. Ia berharap, pemerintah terkait dapat membantu mewujudkan hal tersebut, sehingga Desa Ban dapat dibangun lebih baik lagi. 



Warga yang dikunjungi selanjutnya adalah Ni Ketut Pasti, 31 asal Br. Dinas Bantas, Desa Baturinggit, Kecamatan Kubu, yang mengidap tumor Kelenjar sejak 3 tahun yang lalu. Saat ditemui, kondisinya, sangat memprihatikan, dirinya tergolek lemas ditempat tidur yang hanya ditemani seorang Anak laki-laki bernama I Wayan Simpen, 8. Ketut Pasti, mengungkapkan bahwa sejak menderita penyakit tersebut dirinya sudah melakukan kemoterapi sebanyak tiga kali di RSUP Sanglah Denpasar dengan menggunakan tanggungan BPJS Kesehatan. Namun semenjak suaminya yang bernama I Nengah Karta, 41 meninggal 7 bulan yang lalu akibat gagal ginjal, maka saat ini dirinya tidak sanggup melanjutkan pengobantannya lagi karena tidak bisa membayar iuran BPJS Kesehatan.

"Saya tidak punya siapa-siapa Lagi, saat ini saya hanya bertumpu pada Anak saya ini, untuk pengobatan saya pasrah", ujarnya Ketut Pasti yang menumpang tinggal di rumah mertuanya

Tim pada kesempatan itu menyalurkan bantuan sementara berupa uang tunai dan beras 50kg guna meringankan beban kehidupan sehari-hari. Sedangkan untuk bantuan selanjutnya akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan instansi terkait. 
Pada kesempatan tersebut, aliran bantuan juga datang dari Badan koordinasi kegiatan Kesejahteraan sosial (BK3S)Provinsi Bali yang diketuai oleh Ny. Ayu Pastika, pada kesempatan juga mengutus timnya menyampaikan bantuan sementara kepada kedua keluarga kurang mampu tersebut. Gerakan responsif Pemprov Bali ini juga diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat mampu terhadap sesama yang membutuhkan. (humas pemprov bali)



Minggu, 29 Mei 2016

Deklarasi Tolak Reklamasi Desa Adat Renon Diikuti Puluhan Ribu Orang



Sekitar dua puluh ribuan rakyat Bali mengikuti deklarasi tolak reklamasi Teluk Benoa oleh Desa Pakraman Renon, Denpasar Minggu (29/05). Mereka bergerak menyuarakan aspirasi penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa sambil membawa bendera putih bertuliskan ForBali.

MENUJU lokasi deklarasi Desa Pakraman Renon, puluhan ribu massa dari seluruh Desa Pakraman yang tergabung dalam Pasubayan Desa Pakraman dan komunitas-komunitas di luar Desa Pakraman bekumpul di Parkir Timur Lapangan Renon pada pukul 14.00 selanjutnya melakukan longmarch menuju perempatan pasar, Desa Pakraman Renon melewati Jalan Moh. Yamin, Jalan Pemuda, Tukad Yeh Aya dan Jalan Tukad Balian. Di perempatan Pasar Desa Pakraman Renon, massa aksi yang mengikuti longmarch menjemput massa aksi dari Desa Pakraman Renon dan disambut dengan gong baleganjur.Massa berjejer sepanjang kurang lebih 2 kilometer bernyanyi dan berorasi sepanjang jalan, mendesak rencana reklamasi Teluk Benoa segera dihentikan.
Desa pakraman renon, telah menyatakan penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa sejak 8 April 2016, pada tanggal tersebut Desa Pakraman Renon menyatakan menolak reklamasi berdasarkan hasil paruman (rapat) desa pakraman. “penolakan reklamasi teluk benoa oleh desa pakraman renon berdasarkan hasil paruman desa pada tanggal 8 april 2016”kata Made Sutama.
Pegerakan menolak rencana reklamasi Teluk Benoa adalah pergerakan yang dilakukan oleh Sekaa Teruna se-Desa Pakraman Renon dan di backup masyarakat Desa Pakraman Renon. Deklarasi Desa Pakraman Renon merupakan kebulatan tekad masyarakat Desa Pakraman Renon untuk menolak reklamasi Teluk Benoa. “penolakannya oleh Desa Pakraman Renon sampai dengan rencana reklamasi Teluk Benoa dihentikan dan Perpres 51 Tahun 2014 di batalkan” ujar Bendesa Pakraman Renon, I Made Sutama.
Selain orasi dari Bendesa Pakraman Renon, orasi juga disampaikan oleh Bendesa yang tergabung di dalam pasubayan Desa Pakraman. Ida bagus Ketut Purba Negara, Bendesa Pakraman Buduk di dalam orasinya menyampaikan gedung-gedung yang ditempati oleh pejabat itu adalah gedung milik rakyat dan keberadaan para pejabat disana atas kehendak rakyatnya. Menurutnya jika para pejabat itu tidak lagi mendengarkan suara rakyat yang menolak reklamasi Teluk Benoa maka rakyat Bali berhak untuk mengambil kembali gedung tersebut. “kalo mereka tidak penolakan reklamasi teluk benoa oleh rakyat bali, kita berhap mencbut mandate yang kita berikan kepada mereka dan mengambil alih gedung-gedung tersebut” ujarnya.
Wayan Gendo Suardana Koordinator ForBALI menyampaikan gerakan tolak reklamasi teluk benoa semakin mendapatkan tempat di hati rakyat karena tujuan dari gerakan tolak reklamasi teluk benoa jelas yaitu untuk menolak rencana reklamasi Teluk Benoa dan mengembalikan teluk benoa sebagai kawasan konservasi. Justru, menurutnya pihak yang pro di desa adatnya telah menolak reklamasi teluk benoa. “ini adalah fakta, mereka yang dianggap sebagai ahli gagal meyakinkan desanya dan kini desa-desa pakraman dimana mereka tinggal menolak rencana reklamasi teluk benoa” ungkap Gendo.
Di dalam orasinya, Gendo Sardana juga menyangkal tudingan bahwa aksi hari minggu tidak tepat karena seharusnya berdasarkan tudingan yang diarahkan kepada gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa aksi dilakukan di hari kerja agar di dengar oleh pejabat berwenang sehingga bisa ditindaklanjut. Gendo membantah tudingan tersebut, menurutnya di jaman serba modern dan banyak media yang memberitakan aksi justru seharusnya memberikan kemudahan bagi pejabat untuk mendengarkan aspirasi rakyatnya. Gendo juga menyampaikan sebelum aksi-aksi yang diadakan pada hari minggu aksi tolak reklamasi Teluk Benoa juga dilakukan di hari-hari kerja, tapi juga tidak mendapatkan respon dari pemerintah. “kalau Gubernur Bali bsai mendengar aspirasi rakyat Bali yang menolak reklamasi Teluk Benoa, harusnya sudah dari dulu dia sudah bersurat ke presiden untuk meminta pencabutan perpres 51 tahun 2014, karena sejak tiga tahun lalu aksi penolakan reklamasi teluk benoa juga dilakukan pada hari kerja. Fakta menunjukkan bahwa Gubernur Bali memang tidak mendengar aspirasi rakyat Bali” papar Gendo.
Aksi deklarasi penolakan reklamasi Teluk Benoa oleh Desa Pakraman Renon ditutup dengan penandatangannan Deklarasi Renon oleh Bendesa Pakraman Renon, perwakilan Pasubayan Desa Pakraman Tolak Reklamasi Teluk Benoa dan Koordinator ForBALI. Usai penandatanganan, massa kembali ke Parkir Timur Lapangan Renon dan membubarkan diri. (ForBali)



Rakyat Bali Kibarkan Ribuan Bendera Tolak Reklamasi


Gerakan penolakan rencana Reklamasi Teluk Benoa terus disuarakan. Kali ini, Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa melakukan Aksi Pemasangan Bendera Bali Tolak Reklamasi secara Serentak pada Sabtu, 28 Mei 2016. Pemasangan bendera BTR (Bali Tolak Reklamasi) dilakukan di 15 desa adat dimulai pukul 15.00.

DESA adat yang melakukan pemasangan bendera penolakan reklamasi Teluk Benoa antara lain Kuta, Legian, Seminyak, Kepaon, Kesiman, Sidakarya, Sanur, Pedungan, Denpasar, Renon, Sukawati, Ketewel, Cucukan, Medahan, Pasedahan. Total bendera yang terpasang di 16 titik yang tersebar di kabupaten Badung, Gianyar, Karangasem, dan Kota Denpasar berjumlah lebih dari 3000 bendera.
Dimulai pukul 15.00 Desa Pakraman yang tergabung di dalam Pasubayan Desa Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa bergerak serentak mengibarkan bendera simbol penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa.
Di kabupaten Karangasem, tepatnya di Desa Pakraman Pasedahan, Bendesa Pakraman Pasedahan I Wayan Swenten memimpin langsung bersama pengurus Desa Pakraman dan Sekaa Teruna-Teruni (STT) mengibarkan ratusan bendera simbol penolakan mereka terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa di pusat desa mereka sepanjang Jalan I Gusti Ngurah Tanganan.
“Ini merupakan salah satu bukti autentik semakin tegasnya Desa Pakraman Pasedahan menolak reklamasi Teluk Benoa, Dan tetap konsisten sesuai dengan pernyataan kami diawal hingga Presiden Jokowi membatalkan Perpres 51 tahun 2014”  ungkap I Wayan Swenten.
Di kabupaten Gianyar, Desa Pakraman Lebih, Ketewel, Sukawati, Medahan dan Cucukan serentak mengibarkan bendera penolakan reklamasi teluk benoa di wilayah mereka. Sebagaimana yang diungkapkan Kadek Tila, Koordinator Sukawati Tolak Reklamasi,Pemasangan atribut ini, bertujuan untuk terus menggerakan semangat dan meyakinkan masyarakat bahwa gerakan ini tidak hanya cukup saat deklarasi semata.
“Pengibaran bendera tolak reklamasi merupakan tanda atau sinyal keras bagi pemerintah untuk bersikap tegas untuk segera menghentikan rencana reklamasi teluk benoa, desa adat pakraman khususnya desa adat sukawati telah menolak reklamasi tersebut dan pemerintah harus membatalkan perpres 51 tahun 2014 dengan segera” desak Kadek Tila. Kadek Tila menambahkan gerakan ini bukanlah segelintir orang yang mengatas namakan desa adat, gerakan ini telah menjadi kesepakatan bersama dan desa adat pekraman sukawati tegas menolak reklamasi.
Di Kota Denpasar, pengibaran bendera dilakukan di desa-desa pakraman yang juga tergabung di dalam pasubayan diantaranya Kepaon, Kesiman, Sidakarya, Sanur, Pedungan, Denpasar, Renon dan juga di komunitas pemuda di Sumerta.
Di Desa Pakraman Denpasar, Ngurah Gede Dharma Yuda selaku Penyarikan 2 prajuru Desa Pakraman Denpasar mengungkapkan, "kami dari Desa Pakraman Denpasar melakukan pemasangan bendera serentak, hal ini merupakan simbul perjuangan rakyat Bali dalam hal ini desa Pakraman Denpasar yang tidak akan ada habis-habisnya, sekali dikibarkan pantang untuk diturunkan."
Sementara itu, di desa pakraman Kepaon, Kota Denpasar menurut Kadek Bobby Susila Desa Adat Kepaon salah satu desa yang berbatasan langsung dengan Teluk Benoa sangat menyadari dampak yang akan ditimbulkan dari reklamasi Teluk Benoa. Berkaca dari reklamasi pulau serangan seluas 400ha tahun dan pengerjaan proyek JDP ( jembatan diatas perairan ) Desa Kepaon disambangi air pasang tengah malam bahkan menggenangi area pura. Maka dari itu berdasarkan hasil paruman sabha Desa Kepaon menutuskan menolak reklamasi Teluk Benoa. “Bagi kami rencana reklamasi teluk benoa adalah proyek tipu tipu penguasa dan pengusaha karena rakyat tak pernah dilibatkan. Pengibaran bendera ini adalah penegasan sikap kami, bagi kami di desa kepaon menolak reklamasi adalah harga mati” tegas Bobby Susila.
Kabupaten Badung, Kabupaten yang berhadapan langsung dengan Teluk Benoa, pengibaran bendera serentak juga dilakukan di Kuta, Legian dan Seminyak. Di Desa Pakraman Kuta, Pengibaran bendera tolak reklamasi di Desa Pakraman Kuta dilakukan Forum Kuta Perjuangan dan Yowana Desa Pakraman Kuta yang di ikuti oleh pemuda dari masing-masing 13 Sekaa Truna Truni di Desa Pakraman Kuta. Dikoordinir ketua Yowana Desa Pakraman Kuta, ratusan bendera berkibar di sepanjang sepanjang jalan Raya Kuta, jalan Bakung Sari, jalan Buni Sari, jalan Legian, jalan Tegal Wangi.
Ketua Yowana Desa Pakraman Kuta, tujuan pendirian bendera ini agar lebih memantapkan bahwa Desa Adat Kuta menolak reklamasi Teluk Benoa. Sebagai kawasan pariwisata, Desa Pakraman Kuta menurutnya juga sering kali dipakai tempat diselenggarakannya acara yang mendatangkan pejabat pusat. “Pengibaran bendera ini juga di tujukan kepada para pejabat utamanya pejabat pusat untuk melihat bahwa Desa Pakraman Kuta sebagai salah satu bagian dari Pasubayan Desa Pakraman Bali Tolak reklamasi Teluk Benoa yang tegas menolak reklamas Teluk Benoa” ungkap Gusman Saputra, Ketua Yowana Desa Pakraman Kuta
Ditanya soal penggunaan logo ForBALI, Koordinator Pasubayan Desa Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa menjelaskan bahwa penggunaan simbol tersebut sudah sesua dengan hasil rapat Pasubayan Desa Pakraman. “ForBALI itu adalah wadah aspirasi penolakan reklamasi Teluk Benoa dari krama Bali yang notabene adalah hampir seluruhnya krama (warga) dari desa pakraman yang tergabung di dalam pasubayan. Keberadaan ForBALI adalah bagian tak terpisahkan dalam perjuangan pasubayan tolak reklamas teluk benoa. ForBALI berada di bawah desa pakraman” ujar I Wayan Swarsa yang juga Bendesa Pakraman Kuta.
Sementara tu, Koordinator ForBALI menjelaskan, perjuangan menolak reklamas teluk benoa tidak akan berhenti dan tidak akan kenal lelah sampai reklamasi teluk benoa dihentikan dan perpres 51 tahun 2014 dibatalakan. Pengibaran bendera secara serentak ini menurutnya adalah bentuk dari perjuangan yang tidak pernah henti tersebut. “Pengibaran bendera secara serentak sebagai simbol perjuangan rakyat Bali yg tiada kenal henti” papar I Wayan Gendo Suardana.
Aksi pengibaran bendera tolak reklamasi ini ini dilakukan untuk mempertegas sikap Desa Pakraman dalam menolak reklamasi Teluk Benoa, dan untuk memperlihatkan bahwa perlawanan terhadap reklamasi Teluk Benoa ini semakin membesar. Dan sampai saat berita ini dibuat, pengibaran bendera di beberapa titik masih terus berlangsung.
Pengibaran bendera tolak reklamasi Teluk Benoa ini akan kembali dilakukan, terutama oleh desa adat dalam Pasubayan Desa Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa yang belum melakukan pengibaran Bendera. (ForBali)