Jumat, 05 Agustus 2016

Ngaben Massal di Bali Ringankan Beban Warga





BALI IN DEPTH - Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta mengapresiasi upacara yadnya ngaben masal yang dilakukan Desa Adat Pecatu, Kuta Utara, Badung, dengan bergotong royong untuk meringankan biaya krama dalam melaksanakan swadarmanya sebagai umat Hindu Bali. Demikian disampaikannya ketika menghadiri puncak karya ngaben massal dan Pitra Yadnya tersebut, Jumat (5/8). “Dengan semangat gotong royong akan semakin meringankan beban sekaligus biaya yang harus ditanggung oleh krama kita,” imbuhnya.
Di sisi lain, Wakil Gubernur Bali itu juga menyampaikan rasa syukurnya atas upacarayang selalu dapat dilakukan secara berkesinambungan oleh krama Desa Pekraman Pecatu.  "Upacara yadnya ini harus dilakukan sebagai wujud bakti kepada pitra kita, sekaligus sebagai bentuk pembayaran terhadap Tri Rna atau tiga hutang terhadap sang pencipta, guru dan terakhir sekaligus implementasinya yaitu hutang terhadap leluhur kita,” imbuhnya
Sudikerta juga berpesan pada krama agar selalu melakukan ritual persembahan secara tulus ikhlas serta menyesuaikan dengan kemampuan masing-masing agar semua masyarakat bisa merasakan yadnya dengan sukacita.
Sementara itu, Bendesa Adat Pecatu, I Made Sumerta menjelaskan bahwa upacara ngaben kali ini melibatkan sekitar 147 Sekah. Ia juga sangat mengapresiasi kehadiran  Wagub Sudikerta yang merupakan krama Desa Pecatu. “Saya sangat mengapresiasi bantuan dan kehadiran Pak Wagub  di sini sebagai bentuk dukungan bagi kami, dan saya harap dukungan dan arahan seperti ini bisa terus dilanjutkan pada kesempatan berikutnya,” pungkasnya.
Dalam upacara tersebut Sudikerta berkesempatan naik di atas bade yang berisi sekah yang di arak dari catus pata Desa menuju setra Desa Adat Pecatu untuk di lakukan puncak upacara Ngaben. (bid)


Kamis, 04 Agustus 2016

Gubernur Bali Minta Jangan Main Ancam Soal Galian C


Foto Humas Pemprov Bali
Gubernur Bali Made Mangku Pastika


BALI IN DEPTH, DENPASAR - Kisruh penutupan beberapa galian C di sejumlah Kabupaten oleh Polda Bali karena terindikasi tidak mengantongi izin menjadi topik yang hangat akhir-akhir ini. Sehingga membuat berbagai opini berkembang di masyarakat. Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bali Made Mangku Pastika menjelaskan  secara gamblang awal dari lahirnya UU Nomor 23 Tahun 2014 yang salah satunya mengatur pelimpahan kewenangan pengelolaan tambang galian c  dari pemerintah Kabupaten/Kota ke Pemerintah Provinsi.  
Kewenangan ini pun sudah disikapi Pemprov Bali dengan mengeluarkan Pergub walaupun beluma ada PP yang terbit, untuk menghindari adanya kekosongan hukum. Pemprov Bali pun mengambil sikap hati-hati, yang tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan terutama terkait penerbitan izin usaha galian c. Semua izin yang akan dikeluarkan harus mengacu pada aturan-aturan yang ada. Demikian pernyataan Pastika saat mengggelar jumpa pers dengan awak media di Pers Room Biro Humas Setda Provinsi Bali, Kamis (4/8).
“Provinsi Bali jika mengeluarkan izin harus mengacu pada aturan yang ada,” cetus Pastika.
Sikap yang diambil Pemprov Bali Bukan tanpa dasar, karena fakta di lapangan banyak usaha galian C yang belum mengantongi izin dan terindikasi ‘nakal’ dengan tetap melakukan penambangan dan melewati batas penambangan yang sudah ditentukan aturan. Menurutnya izin penambangan ada yang sudah dikeluarkan oleh pihak Kabupaten Karangasem karena sudah sesuai aturan, dan ada pula yang belum berizin karena melanggar batas ketinggian penambangan yakni 500 meter sehingga tidak dikeluarkan izin karena melanggar Perda.
Usaha tambang galian C yang belum mengantongi izin tersebutlah menurut Gubernur Pastika yang perlu disikapi lebih jauh, adanya pengakuan para pelaku usaha tambang yang belum memiliki ijin namun sudah membayar retribusi kepada Pemkab perlu dipertanyakan terkait dasar pemungutan retribusi tersebut dan besaran yang dipungut.
“Walaupun belum berizin katanya mereka sudah membayar retribusi, apa dasarnya memungut dan berapa besar yang dipungut. Kalau berani memungut harusnya kan ada dasarnya. Ini yang perlu saya cek kebenarannya. Dan yang sudah membayar retribusi tentunya merasa berhak menambang walaupun belum memiliki izin,” katanya.

Menyikapi hal itu, Pastika pun mengaku masih menunggu rekomendasi dari DPRD Provinsi Bali sebagai dasar untuk mengambil keputusan. Karena bagaimanapun segala kebijakan yang diambil harus diputuskan bersama-sama oleh eksekutif dan legislatif. Ancaman adanya penurunan alat berat ke jalan pun disikapi bijak oleh orang nomor satu di di Bali tersebut. Menurutnya jangan asal main ancam karena tambang galian c menyangkut lingkungan hidup, jadi tidak boleh main-main, keputusan yang dikeluarkan harus berdasarkan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria yang mengatur untuk menghindari adanya pelanggaran maupun pengrusakan lingkungan. Bagi yang sudah memiliki izin pun ia menghimbau agar tetap menambang sesuai izin yang dimiliki dan tidak melanggar. Tak hanya itu, Pastika juga menyatakan uang hasil retribusi seharusnya sebagian juga dipergunakan untuk perbaikan lingkungan yang hasil tambangnya sudah di eksploitasi, sehingga bisa mengurangi dampak kerusakan lingkungan. Para pemilik usaha tambang berijin pun diharapkan ikut serta bertanggungjawab dalam penaggulangan kerusakan lingkungan akibat penambangan tersebut. Lebih jauh, Pastika juga menyampaikan usaha tambang galian c di Kabupaten Bangli memang sama sekali tidak ada izin, dan memang tidak boleh dikeluarkan izin usaha karena berada di kawasan geopark yang dilindungi. (bid)

Selasa, 02 Agustus 2016

Gubernur Bali Target 1 Shortcut Denpasar – Singaraja Selesai 2017





BALI IN DEPTH - Satu dari sepuluh shortcut jalur Denpasar – Singaraja diharapkan bisa terealisasi tahun 2017 mendatang. Hal itu disampaikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, saat menerima Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional VIII Sayeful Anwar di Ruang Rapat Gubernur, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Selasa(2/8).
“Minimal 1 shortcut itu selesai lah. Ini sudah sangat lama kita wacanakan namun sampai sekarang belum ada realisasi, yang lainnya menyusul bersamaan dengan upaya – upaya penyelesaian masalah lainnya seperti pembebasan lahan,” jelas Pastika.
Menurut Pastika, pembangunan jalur shortcut tersebut sangat memberikan manfaat dalam upaya memperpendek jarak tempuh dari Denpasar ke Singaraja. Selain itu shortcut tersebut diharapkan mampu untuk mengurangi kemacetan di jalur tersebut mengingat jika saat liburan jalur tersebut sering terjadi kemacetan. Lebih lanjut disampaikan Pastika, jika ke depannya terjadi permasalahan agar segera dikoordinasikan dengan instansi terkait seperti masalah pembebasan lahan.
Sementara itu Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional VIII Sayeful Anwar menyatakan sepanjang jalur Denpasar – Singaraja tersebut nantinya akan ada 10 shortcut. Namun dari 10 shortcut tersebut hanya 4 shorcut yang memungkinkan untuk segera dibangun sisanya masih memiliki permasalahan terkait dengan kelandaian yang melebihi 10 persen. Selain itu permasalahan pembebasan lahan juga masih belum terselesaikan sampai saat ini. Sehingga pihaknya mengharapkan masukan - masukan dari instansi terkait sehingga dapat segera memperoleh solusi. (bid)



Minggu, 10 Juli 2016

Blokir Jalan Tol, Massa Kibarkan Bendera Raksasa Tolak Reklamasi di Teluk Benoa

Foto-foto ForBali


RIBUAN massa ke Selain melakukan aksi longmarch, penolakan reklamasi Teluk Benoa dilakukan dengan melakukan pengibaran bendera ForBALI yang berukuran 8 x 6 meter di tengah Teluk Benoa. Pada saat dilakukan pengibaran bendera di tengah Teluk Benoa, ribuan massa aksi melakukan pemblokiran jalan tol dan menyaksikan pengibaran bendera tolak reklamasi di tengah-tengah teluk benoa tersebut  dari atas jalan tol. Pengibaran bendera tolak reklamasi teluk benoa oleh para pemuda merupakan simbol, Teluk Benoa milik rakyat Bali dan simbul perjuangan penolakan reklamasi teluk benoa yang tidak ada henti.
mbali turun menolak rencana reklamasi Teluk Benoa, Bali, Minggu (10/7). Mereka mulai bergerak dari tempat berkumpul, yakni Lapangan Lagoon, Nusa Dua pada pukul 14.30 berjalan secara perlahan-lahan dengan membawa panji-panji dan juga meneriakkan yel-yel tolak reklamasi Teluk Benoa, Batalkan Perpres 51 tahun 2014. Mereka berjalan kaki sekitar 700 meter sambil melakukan orasi.
Sesampai di perempatan by pass Ngurah Rai, Nusa Dua, kesempatan pertama orasi pertama disampaikan oleh Bendesa Adat Bulau, I Wayan Wita. Ia mengajak masyarakat Bali untuk terus berjuang mempertahankan kawasan suci Teluk Benoa. "Mari kita lanjutkan perjuangan. Kemarin saja air laut sudah naik. Jangan sampai Desa Bualu tenggelam," tegasnya dari atas mobil komando.
Selanjutnya, orasi dilakukan oleh Sesepuh Banjar Mumbul, Prof. Nyoman Gelebet di tengah riuhnya massa aksi. "Teluk Benoa merupakan Teluk yang bertemunya 5 mata air, yang kami sebut campuhan Agung. Maka dari itu, Teluk Benoa dilarang untuk disentuh karena merupakan  kawasan suci," ujar pria berambut putih yang juga dosen arsitek ini.
Usai orasi, dilanjutkan dengan pembacaan surat deklarasi STT se Desa Adat Bualu yang pada dasarnya merasa resah dengan rencana ngurug laut seluas 700 hektar di Teluj Benoa untuk kepentingan investor semata. "Sebagai generasi muda, kami merasa resah. Untuk itu, kami menolak reklamasi Teluk Benoa baik secara sosial budaya dan lingkungan," ungkap perwakilan STT se Desa Adat Bualu, I Wayan Suyasa dalam deklarasinya di atas mobil komando.
Usai deklarasi. Aksi ini pun berlanjut dengan orasi dari perwakilan Pasubayan Desa Adat Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Di Awali oleh Bendesa Adat Buduk. Ia menegaskan, jika ada yang mengatakan bahwa Teluk Benoa bukan kawasan suci karena kotor, Bendesa meminta agar yang bersangkutan untuk belajar agama lagi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Bendesa Adat Kuta, Nyoman Swarsa dalam orasinya. Ia menekankan, Teluk Benoa adalah kawasan suci. "Jika bukan kawasan suci, saat rahinan tumpek landep kemarin, untuk apa melakukan ritual keagamaan di karang tengah dan lainnya oleh masyarakat pesisir," ujarnya.
Diketahui sebelumnya, ada 38 Desa Adat diseluruh Bali yang tergabung dalam Pasubayan Desa Adat Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Data yang disampaikan pun, total ada 83.000 KK yang tergabung didalamnya. Sehingga dapat dinyatakan ada 300.000 jiwa yang siap puputan (perang habis-habisan) untuk menolak rekkamasi Teluk Benoa.
Orasi selanjutnya dilakukan oleh Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Rekkamasi Teluk Benoa (ForBALI), Wayan Gendo Suardana yang membakar semangat massa aksi. "Tidak ada jalan lain selain puputan jika pemerintah memaksakan kehendak investor untuk mereklamasi Teluk Benoa," tegasnya.
Dalam penjelasannya, rencana reklamasi ini bisa lanjut jika Mentri Pudjiastuti memberikan perpanjangan izin kepada PT. TWBI yang diajukan sebelumnya. "Kami sampaikan dukungan penuh kepada Ibu Menteri Susi dan pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo untuk tidak memberikan perpanjangan izin reklamasi kepada pihak investor," Ujar Gendo.
Pihaknya juga mengaku sudah melayangkan surat, melalui pasubayan Desa Adat kepada Kementrian tertanggal 1 Juli untuk surat penolakan perpanjangan izin lokasi. "Hal ini penting dilakukan, sebab Ibu Susi, berdasarkan peraturan punya waktu 14 hari untuk membalas surat dari pihak Investor, apakah menolak atau menerima pengajuan izin yang layangkan oleh investor," katanya.
Sehingga, lanjut Gendo menjelaskan, diperkirakan hari Rabu atau Kamis ini, seharusnya Menteri Susi Pudjiastuti untuk bersikap dan menguji keberpihakan Menteri Susi, apakah memihak kepada rakyat atau investor. "Pasubayan Desa Adat sudah bersurat kepada Menteri Susi. Jika Menteri Susi mengabaikannya, artinya sama saja Menteri Susi melecehkan Adat Bali. Untuk itu, kami meminta agar Menteri Susi berani bersikap dan pro kepada Rakyat Bali yang menolak perpanjangan ijin lokasi reklamasi Teluk Benoa. Menteri Susi seharusnya berani melakukan penolakan ijin reklamasi karena rakyat serius berjuang untuk menolak reklamasi" ujarnya.
Apa yang terjadi jika Menteri Susi mengabaikan atau melecehkan surat pasubayan desa adat? Menurut Gendo,kalau ijin tersebut diperpanjang maka kita tidak punya pilihan lain kecuali perang habis – habisan. " puputan, puputan, puputan " tandas Gendo.
Aksi menolak reklamasi yang berlangsung kurang lebih dua jam. Usai menyampaikan orasinya, massa aksi kemudian berbalik arah ke lapangan Lagoon Nusa Dua dan selanjutnya melakukan konvoi menuju jalan Tol Bali Mandara. Seraya menyaksikan pengibaran bendera penolakan reklamasi Teluk Benoa di tengah Teluk Benoa, massa aksi ini pun kemudian memblokir dan menduduki Tol Bali Mandara. (ForBali)





Minggu, 26 Juni 2016

Delapan Sekaa Teruna Kusamba Deklarasi Tolak Reklamasi Teluk Benoa


SEBANYAK delapan Sekaa Teruna (organisasi pemuda adat) di Desa Kusamba, Klungkung, menggelar aksi deklarasi tolak reklamasi Teluk Benoa di Desa Kusamba, Klungkung, Minggu (26/6). Delapan sekaa tersebut di antaranya adalah ST. Mekar Sari, ST. Putra Segara, ST.Dharma Satya Kencana, ST.Dhala Bhuana, ST. Chanti Graha, ST.Chanti Budaya, ST.Satya Warma, ST. Sahadewa.
Mereka menggelar aksi deklarasi tolak reklamasi Teluk Benoa di Jalan Bypass Ida Bagus Mantra, Kusamba, Klungkung. Aksi deklarasi tolak reklamasi Teluk Benoa juga dihadiri oleh organisasi dan komunitas dari desa-desa lain dan kabupaten lain di Bali untuk bersolidaritas terhadap deklarasi tolak reklamasi Teluk Benoa oleh pemuda di Kusamba.
Meskipun sebelum aksi dirudung hujan, ribuan massa aksi tetap memadati lokasi deklarasi. Di dalam aksi tersebut, perwakilan dari masing-masing Desa yang menolak reklamasi Teluk Benoa menyampaikan orasi penolakan reklamasi Teluk Benoa.
Di dalam deklarasinya, Sekaa Teruna dan pemuda desa Kusamba yg diwakili oleh Ketut Agus menyatakan sejak saat deklarasi tersebut mereka menyatakan dengan tegas menolak reklamasi Teluk Benoa. “kami pemuda-pemuda kusamba dengan tegas menolak reklamasi Teluk Benoa, batalkan Perpres nomor 51 tahun 2014” ujar Agus membacakan pernyataan sikapnya.
Agus menceritakan bahwa sebagai anak yang lahir dan besar di daerah pesisir pantai merasakan betul dampak reklamasi dari pulau serangan. Pantai di Kusamba yang dulu luas pantainya berhektar-hektar kini luasnya hanya tinggal tinggal sejengkal. “Apakah kita mau pantai kita habis, sehingga anak cucu kita nanti tidak punya pesisir lagi ?” tanya Agus yang disambut oleh massa aksi. Karena alasan tersebut dia mengajak teman-temanya dari Kusamba untuk terus bergerak menolak reklamasi Teluk Benoa.


Di dalam pernyataan sikapnya, Agus juga mengkritik para pejabat yang diam namun, meskipun para pejabat itu diam mereka akan terus bergerak untuk menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. “Saat mereka (para pejabat) diam terkait reklamasi, kami pemuda Kusamba dengan tegas menolak reklamasi teluk benoa. Tolak reklamasi” ujarnya.
Selain pembacaan deklarasi pernyataan sikap oleh pemuda Kusamba, juga ada orasi dari perwakilan komunitas yang tersebar di seluruh  Bali. Seperti yang disampaikan oleh Wayan Inguh perwakilan dari Denpasar. Inguh menyebut deklarasi tolak reklamasi Teluk Benoa oleh pemuda kusamba adalah bentuk dari Dharmaning Ksatrya mahotama yaitu kewajiban utama seorang ksatria. “Hari ini pemuda kusamba klungkung menunjukan sikap ksatryanya dengan mendeklarasikan dirinya untuk berjuang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa” kata Wayan Inguh usai menyampaikan orasinya.
Sementara itu, wayan gendo suardana, koordinator ForBALI (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa) menyatakan deklarasi oleh pemuda kusamba sebagai pembuktian bahwa gerakan tolak reklamasi teluk benoa tidak akan surut. Di dalam gerakan tolak reklamasi ini mereka menyatakan tidak akan pernah takut ditempa panasnya terik matahari dan juga hujan bahkan juga di intimidasi. Akan lebih menakutkan menurutnya ketika hati nuraninya beku melihat ketidakadilan “Inilah barisan militant Bali Tolak Reklamasi. Kita tidak pernah takut sinar matahari, kita tidak pernah takut ditempa cuaca, kita tidak pernah takut diintimidasi, yang kita takutkan adalah ketika hati nurani kita beku dan diam melihat ketidakadilan” ujar Gendo Suardana.
Di dalam orasinya, Gendo Suardana juga menjelaskan keterlibatan Made Mangku Pastika meng-create dan mendukung upaya mereklamasi Teluk Benoa, sampai akhirnya muncul Perpres 51 Tahun 2014. Penjelasan tentang keterlibatan Gubernur Bali tersebut menurutnya adalah sebagai jawaban terhadap pendapat Mangku Pastika yang mengaku dirinya dikambing hitamkan. “Made Mangku Pastika yang meng- create dan mendukung penuh upaya mereklamasi Teluk Benoa, dari menerbitkan SK Reklamasi sampai akhirnya mengajukan perubahan status konservasi Teluk Benoa hingga muncul Perpres 51 tahun 2014” papar Gendo.
Didalam orasinya, Gendo membantah berbagai tudingan yang menyatakan gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa hanyalah gerakan yang sentiment terhadap pribadi Made Mangku Pastika karena dia Gubernur dari Bali Utara. Ia juga meyakini bahwa mereka tidak pernah benci dengan pribadi Made Mangku Pastika karena berasal dari Bali Utara. “Tudingan itu tidak benar kawan-kawan dari manapun gubernurnya, kita tidak pernah akan benci kalau gubernurnya bisa mendengarkan suara rakyat” ujar gendo. Gendo menambahkan Made mangku pastika akan didukung sepenuhnya jika berbuat baik terhadap bali, akan tetapi jika tidak bisa melihat dan mendengar aspirasi rakyatnya seperti sekarang maka akan mereka akan melawan sehabis – habisnya.
“Kita akan melawan rezim siapa pun, dengan gerakan yang sebesar ini dengan upaya menyelamatkan Teluk Benoa seperti ini kita takan pernah mundur” ujar Gendo.
Selain di isi orasi, aksi deklarasi oleh pemuda klungkung juga diisi oleh panggung musik dan juga gong baleganjur. Usai menggelar aksi deklarasi tolak reklamasi Teluk Benoa yang berlangsung sekitar dua jam tersebut, massa aksi membubarkan diri dengan tertib. (ForBali)



Rabu, 22 Juni 2016

Semeton Tanjung Bungkak Beri “Kado” Baliho Tolak Reklamasi untuk Gubernur


SEMETON Tanjung Bungkak, Denpasar memberikan “kado ulang tahun” kepada Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika yang pada Rabu (22/6) berusia 65 tahun. Kado tersebut berupa kado aspirasi dari Semeton Tanjung Bungkak yang mendirikan 3 Baliho berukuran 2x3 meter dengan tulisan Semeton Tanjung Bungkak, Tolak Reklamasi Teluk Benoa.
Pendirian 3 buah baliho ini merupakan baliho pertama kali yang berdiri di wilayah Desa Adat Tanjung Bungkak. Pendirian tersebut untuk menegaskan bahwa warga masyarakat di Desa Adat Tanjung Bungkak yang tergabung didalam Semeton Tanjung Bungkak menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Hal ini disampaikan Putu Adi Nayana, selaku Koordinator Semeton Tanjung Bungkak disela pemasangan di 3 titik yakni Jalan Narakusuma, Jalan Akasia dan Depan Pura Dalem Tanjung Bungkak. “Tujuannya untuk menegaskan jika kami menolak reklamasi Teluk Benoa dan meminta kepada pak Presiden untuk membatalkan Perpres 51 tahun 2014,” terangnya.
Pada hari pendirian baliho, juga bertepatan dengan ulang tahun dari Gubernur Bali, ditanya pesan apa yang ingin disampaikan kepada Gubernur Bali, Putu Adi menyampaikan kepada Gubernur untuk segera mengambil keputusan atas rencana reklamasi Teluk Benoa ? “Kami berpesan agar segera memberikan keputusan, jangan memPHP-kan (Pemberi Harapan Palsu, Red) semeton yang menolak reklamasi,” tuturnya.
Putu Adi menyampaikan agar Gubernur Bali Mangku Pastika jangan mengorbankan lingkungan dengan alasan demi pariwisata, karena menurutnya pariwisata dapat ditingkatkan dengan menjaga budaya, bukan dengan reklamasi. “Kita tidak butuh reklamasi, yang perlu kita tingkatkan adalah budaya kita, karena dari menjaga kualitas budaya itu kita bisa meningkatkan pariwisata,” ujar warga Banjar Sebudi ini.
Gerakan penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa terus meluas seiring dengan pendirian baliho tolak reklamasi Teluk Benoa oleh Semeton Tanjung Bungkak.  Semeton Tanjung Bungkak yang berada di Desa Adat Tanjung Bungkak yang memiliki 3 Banjar, di antaranya Banjar Tanjung Bungkak Kelod, Tanjung Bungkak Kaja dan Banjar Sebudi ini pun bertekad akan terus berjuang demi melestarikan budaya dan lingkungan di Bali bersama masyarakat lainnya. (ForBali)


                                                                

Selasa, 21 Juni 2016

Tempat yang Romantis di Tanah Wuk, Sangeh, Badung, Bali





Tempat ini sangat romantis bagi pasangan yang ingin mengabadikan perjalanan cintanya. Namanya, Tanah Wuk. Lokasinya tak jauh dari tempat wisata kera di Sangeh. Sekitar 2 km ke arah utara dari Obyek Wisata Sangeh. Kalau mau lebih jelas, silakan cek link google maps ini.

Lokasi Tanah Uwuk

Lahan Pura Petilasan Maharsi Agastya Dijual Rp 2,5 M


AKUN facebook KHMB UNJ memuat sebuah cerita yang cukup miris terkait peninggalan bersejarah di daerah Cariu Jonggol, Bogor, Jawa Barat. Di situ tercantum penulisnya bernama Putu Cahyani Ade Putri. Berikut curhat yang cukup miris tersebut.

Om Swastyastu, mau cerita sedikit ya buat pengetahuan aja.
Pura Petilasan Maharsi Agastya, Cariu Jonggol. Berdiri di atas lahan pribadi dari Bapak Putra yang beragama hindu.
Pemangku yang muput disana bernama Bapak Ida Bagus Putu Subali sudah meninggal, anak dan istrinya memilih untuk berpindah agama karena merasa kurang paham dengan segala macam tata upacara keagamaan dan merasa tidak ada yang membimbing.
Pura ini dibangun diatas lahan seluas kurang lebih 2,5 hektar. Berdasarkan informasi dari teman saya, anggota KMHB UNJ yang baru saja melakukan Tirtha Yatra ke Pura ini, ternyata seluruh tanah ini sudah terjual dengan harga 2,5 M dan dijual oleh anak dari pemilik pura. Informasi ini didapat dari salah satu anak buah Bapak Putra.
Selanjutnya, ketika hari ini keluarga saya datang ke Pura Petilasan ini, istri dari almarhum pemangku menjelaskan bahwa pelunasan akan dilakukan sehabis lebaran.
Mungkin karena banyak yang kurang tahu pura ini serta masyarakat sekitar yang bukan pemeluk hindu membuat pura petilasan ini menjadi kurang tersentuh.
Pertanyaannya adalah, kemanakah kita sebagai 
pemeluk agama hindu sehingga salah satu pura petilasan yang sangat berharga dan bersejarah ini bisa dijual kepada pihak lain?

Putu Cahyani Ade Putri
KMHB UNJ


BACA JUGA

Tempat yang Romantis di Tanah Wuk, Sangeh, Badung, Bali

Senin, 30 Mei 2016

Gubernur Bantu Dua KK Miskin Asal Kubu Karangasem


Postingan netizen mengenai warga kurang mampu asal Kubu Karangasem direspons serius Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Yakni dengna mengutus tim Humas Pemprov Bali untuk meninjau langsung ke lokasi. Mereka adalah I Gede Putu, 21 remaja yang berasal dari keluarga kurang mampu, penderita penyakit polio sejak lahir, yang tinggal di Br. Dinas Cucut, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, pada Senin (30/05).

PADA saat ditemui ibunda Gede Putu,   Ni Ketut Copak, menuturkan bahwa sejak lahir anaknya sudah menderita penyakit polio yang menyebabkan tidak bisa berjalan dan duduk serta memiliki kesulitan dalam mengunyah makanan. Selama hidupnya Gede Putu, hanya pernah satu kali dibawa berobat ke Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, namun karena keterbatasan biaya sampai saat ini remaja tersebut belum pernah tersentuh penanganan medis.

"Kami hidup sehari-hari saja susah hanya mengandalkan bantuan dari tetangga sekitar dan memetik dari hasil perkebunan sekitar rumah, untuk itu tidak bisa membawa gede ke dokter," tutur wanita yang memiliki delapan Anak tersebut. Ketut Copak juga menuturkan bahwa saat ini, Ia hanya mengandalkan bantuan dari tetangga sekitar dan sesekali dari anak-anak nya yang sudah menikah, sedangkan suaminya I Nengah Pandri saat ini juga menderita kurang darah, sehingga tidak bisa optimal membantu dirinya untuk bekerja sehari-hari. Ia berharap, ada bantuan dari Pemerintah untuk meringankan bebannya, khususnya bantuan medis untuk anak dan suaminya. 

Sementara itu Prebekel Desa Ban, Wayan Potag, membenarkan bahwa keluarga dari Ni Ketut Copak merupakan salah satu dari kk miskin yang ada di Desa Ban. Keluarga tersebut sebelumnya sudah mendapatkan bantuan bedah rumah dari Pemerintah  Desa, namun untuk bantuan medis sampai saat ini belum diperoleh karena keterbatasan dana yg dimiliki oleh desa. Selanjutnya, ia mengungkapkan bahwa jumlah KK miskin yang ada di Desa Ban sebanyak 1.130 dari 3.020 jumlah KK yang ada didesa tersebut. Menurutnya, sampai saat ini kendala yang masih di hadapi oleh masyarakat desanya  adalah ketersediaan akses jalan yang memadai, ketersediaan air Bersih serta penambahan jumlah sarana dan prasarana pendidikan. Ia berharap, pemerintah terkait dapat membantu mewujudkan hal tersebut, sehingga Desa Ban dapat dibangun lebih baik lagi. 



Warga yang dikunjungi selanjutnya adalah Ni Ketut Pasti, 31 asal Br. Dinas Bantas, Desa Baturinggit, Kecamatan Kubu, yang mengidap tumor Kelenjar sejak 3 tahun yang lalu. Saat ditemui, kondisinya, sangat memprihatikan, dirinya tergolek lemas ditempat tidur yang hanya ditemani seorang Anak laki-laki bernama I Wayan Simpen, 8. Ketut Pasti, mengungkapkan bahwa sejak menderita penyakit tersebut dirinya sudah melakukan kemoterapi sebanyak tiga kali di RSUP Sanglah Denpasar dengan menggunakan tanggungan BPJS Kesehatan. Namun semenjak suaminya yang bernama I Nengah Karta, 41 meninggal 7 bulan yang lalu akibat gagal ginjal, maka saat ini dirinya tidak sanggup melanjutkan pengobantannya lagi karena tidak bisa membayar iuran BPJS Kesehatan.

"Saya tidak punya siapa-siapa Lagi, saat ini saya hanya bertumpu pada Anak saya ini, untuk pengobatan saya pasrah", ujarnya Ketut Pasti yang menumpang tinggal di rumah mertuanya

Tim pada kesempatan itu menyalurkan bantuan sementara berupa uang tunai dan beras 50kg guna meringankan beban kehidupan sehari-hari. Sedangkan untuk bantuan selanjutnya akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan instansi terkait. 
Pada kesempatan tersebut, aliran bantuan juga datang dari Badan koordinasi kegiatan Kesejahteraan sosial (BK3S)Provinsi Bali yang diketuai oleh Ny. Ayu Pastika, pada kesempatan juga mengutus timnya menyampaikan bantuan sementara kepada kedua keluarga kurang mampu tersebut. Gerakan responsif Pemprov Bali ini juga diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat mampu terhadap sesama yang membutuhkan. (humas pemprov bali)



Minggu, 29 Mei 2016

Deklarasi Tolak Reklamasi Desa Adat Renon Diikuti Puluhan Ribu Orang



Sekitar dua puluh ribuan rakyat Bali mengikuti deklarasi tolak reklamasi Teluk Benoa oleh Desa Pakraman Renon, Denpasar Minggu (29/05). Mereka bergerak menyuarakan aspirasi penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa sambil membawa bendera putih bertuliskan ForBali.

MENUJU lokasi deklarasi Desa Pakraman Renon, puluhan ribu massa dari seluruh Desa Pakraman yang tergabung dalam Pasubayan Desa Pakraman dan komunitas-komunitas di luar Desa Pakraman bekumpul di Parkir Timur Lapangan Renon pada pukul 14.00 selanjutnya melakukan longmarch menuju perempatan pasar, Desa Pakraman Renon melewati Jalan Moh. Yamin, Jalan Pemuda, Tukad Yeh Aya dan Jalan Tukad Balian. Di perempatan Pasar Desa Pakraman Renon, massa aksi yang mengikuti longmarch menjemput massa aksi dari Desa Pakraman Renon dan disambut dengan gong baleganjur.Massa berjejer sepanjang kurang lebih 2 kilometer bernyanyi dan berorasi sepanjang jalan, mendesak rencana reklamasi Teluk Benoa segera dihentikan.
Desa pakraman renon, telah menyatakan penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa sejak 8 April 2016, pada tanggal tersebut Desa Pakraman Renon menyatakan menolak reklamasi berdasarkan hasil paruman (rapat) desa pakraman. “penolakan reklamasi teluk benoa oleh desa pakraman renon berdasarkan hasil paruman desa pada tanggal 8 april 2016”kata Made Sutama.
Pegerakan menolak rencana reklamasi Teluk Benoa adalah pergerakan yang dilakukan oleh Sekaa Teruna se-Desa Pakraman Renon dan di backup masyarakat Desa Pakraman Renon. Deklarasi Desa Pakraman Renon merupakan kebulatan tekad masyarakat Desa Pakraman Renon untuk menolak reklamasi Teluk Benoa. “penolakannya oleh Desa Pakraman Renon sampai dengan rencana reklamasi Teluk Benoa dihentikan dan Perpres 51 Tahun 2014 di batalkan” ujar Bendesa Pakraman Renon, I Made Sutama.
Selain orasi dari Bendesa Pakraman Renon, orasi juga disampaikan oleh Bendesa yang tergabung di dalam pasubayan Desa Pakraman. Ida bagus Ketut Purba Negara, Bendesa Pakraman Buduk di dalam orasinya menyampaikan gedung-gedung yang ditempati oleh pejabat itu adalah gedung milik rakyat dan keberadaan para pejabat disana atas kehendak rakyatnya. Menurutnya jika para pejabat itu tidak lagi mendengarkan suara rakyat yang menolak reklamasi Teluk Benoa maka rakyat Bali berhak untuk mengambil kembali gedung tersebut. “kalo mereka tidak penolakan reklamasi teluk benoa oleh rakyat bali, kita berhap mencbut mandate yang kita berikan kepada mereka dan mengambil alih gedung-gedung tersebut” ujarnya.
Wayan Gendo Suardana Koordinator ForBALI menyampaikan gerakan tolak reklamasi teluk benoa semakin mendapatkan tempat di hati rakyat karena tujuan dari gerakan tolak reklamasi teluk benoa jelas yaitu untuk menolak rencana reklamasi Teluk Benoa dan mengembalikan teluk benoa sebagai kawasan konservasi. Justru, menurutnya pihak yang pro di desa adatnya telah menolak reklamasi teluk benoa. “ini adalah fakta, mereka yang dianggap sebagai ahli gagal meyakinkan desanya dan kini desa-desa pakraman dimana mereka tinggal menolak rencana reklamasi teluk benoa” ungkap Gendo.
Di dalam orasinya, Gendo Sardana juga menyangkal tudingan bahwa aksi hari minggu tidak tepat karena seharusnya berdasarkan tudingan yang diarahkan kepada gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa aksi dilakukan di hari kerja agar di dengar oleh pejabat berwenang sehingga bisa ditindaklanjut. Gendo membantah tudingan tersebut, menurutnya di jaman serba modern dan banyak media yang memberitakan aksi justru seharusnya memberikan kemudahan bagi pejabat untuk mendengarkan aspirasi rakyatnya. Gendo juga menyampaikan sebelum aksi-aksi yang diadakan pada hari minggu aksi tolak reklamasi Teluk Benoa juga dilakukan di hari-hari kerja, tapi juga tidak mendapatkan respon dari pemerintah. “kalau Gubernur Bali bsai mendengar aspirasi rakyat Bali yang menolak reklamasi Teluk Benoa, harusnya sudah dari dulu dia sudah bersurat ke presiden untuk meminta pencabutan perpres 51 tahun 2014, karena sejak tiga tahun lalu aksi penolakan reklamasi teluk benoa juga dilakukan pada hari kerja. Fakta menunjukkan bahwa Gubernur Bali memang tidak mendengar aspirasi rakyat Bali” papar Gendo.
Aksi deklarasi penolakan reklamasi Teluk Benoa oleh Desa Pakraman Renon ditutup dengan penandatangannan Deklarasi Renon oleh Bendesa Pakraman Renon, perwakilan Pasubayan Desa Pakraman Tolak Reklamasi Teluk Benoa dan Koordinator ForBALI. Usai penandatanganan, massa kembali ke Parkir Timur Lapangan Renon dan membubarkan diri. (ForBali)



Rakyat Bali Kibarkan Ribuan Bendera Tolak Reklamasi


Gerakan penolakan rencana Reklamasi Teluk Benoa terus disuarakan. Kali ini, Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa melakukan Aksi Pemasangan Bendera Bali Tolak Reklamasi secara Serentak pada Sabtu, 28 Mei 2016. Pemasangan bendera BTR (Bali Tolak Reklamasi) dilakukan di 15 desa adat dimulai pukul 15.00.

DESA adat yang melakukan pemasangan bendera penolakan reklamasi Teluk Benoa antara lain Kuta, Legian, Seminyak, Kepaon, Kesiman, Sidakarya, Sanur, Pedungan, Denpasar, Renon, Sukawati, Ketewel, Cucukan, Medahan, Pasedahan. Total bendera yang terpasang di 16 titik yang tersebar di kabupaten Badung, Gianyar, Karangasem, dan Kota Denpasar berjumlah lebih dari 3000 bendera.
Dimulai pukul 15.00 Desa Pakraman yang tergabung di dalam Pasubayan Desa Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa bergerak serentak mengibarkan bendera simbol penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa.
Di kabupaten Karangasem, tepatnya di Desa Pakraman Pasedahan, Bendesa Pakraman Pasedahan I Wayan Swenten memimpin langsung bersama pengurus Desa Pakraman dan Sekaa Teruna-Teruni (STT) mengibarkan ratusan bendera simbol penolakan mereka terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa di pusat desa mereka sepanjang Jalan I Gusti Ngurah Tanganan.
“Ini merupakan salah satu bukti autentik semakin tegasnya Desa Pakraman Pasedahan menolak reklamasi Teluk Benoa, Dan tetap konsisten sesuai dengan pernyataan kami diawal hingga Presiden Jokowi membatalkan Perpres 51 tahun 2014”  ungkap I Wayan Swenten.
Di kabupaten Gianyar, Desa Pakraman Lebih, Ketewel, Sukawati, Medahan dan Cucukan serentak mengibarkan bendera penolakan reklamasi teluk benoa di wilayah mereka. Sebagaimana yang diungkapkan Kadek Tila, Koordinator Sukawati Tolak Reklamasi,Pemasangan atribut ini, bertujuan untuk terus menggerakan semangat dan meyakinkan masyarakat bahwa gerakan ini tidak hanya cukup saat deklarasi semata.
“Pengibaran bendera tolak reklamasi merupakan tanda atau sinyal keras bagi pemerintah untuk bersikap tegas untuk segera menghentikan rencana reklamasi teluk benoa, desa adat pakraman khususnya desa adat sukawati telah menolak reklamasi tersebut dan pemerintah harus membatalkan perpres 51 tahun 2014 dengan segera” desak Kadek Tila. Kadek Tila menambahkan gerakan ini bukanlah segelintir orang yang mengatas namakan desa adat, gerakan ini telah menjadi kesepakatan bersama dan desa adat pekraman sukawati tegas menolak reklamasi.
Di Kota Denpasar, pengibaran bendera dilakukan di desa-desa pakraman yang juga tergabung di dalam pasubayan diantaranya Kepaon, Kesiman, Sidakarya, Sanur, Pedungan, Denpasar, Renon dan juga di komunitas pemuda di Sumerta.
Di Desa Pakraman Denpasar, Ngurah Gede Dharma Yuda selaku Penyarikan 2 prajuru Desa Pakraman Denpasar mengungkapkan, "kami dari Desa Pakraman Denpasar melakukan pemasangan bendera serentak, hal ini merupakan simbul perjuangan rakyat Bali dalam hal ini desa Pakraman Denpasar yang tidak akan ada habis-habisnya, sekali dikibarkan pantang untuk diturunkan."
Sementara itu, di desa pakraman Kepaon, Kota Denpasar menurut Kadek Bobby Susila Desa Adat Kepaon salah satu desa yang berbatasan langsung dengan Teluk Benoa sangat menyadari dampak yang akan ditimbulkan dari reklamasi Teluk Benoa. Berkaca dari reklamasi pulau serangan seluas 400ha tahun dan pengerjaan proyek JDP ( jembatan diatas perairan ) Desa Kepaon disambangi air pasang tengah malam bahkan menggenangi area pura. Maka dari itu berdasarkan hasil paruman sabha Desa Kepaon menutuskan menolak reklamasi Teluk Benoa. “Bagi kami rencana reklamasi teluk benoa adalah proyek tipu tipu penguasa dan pengusaha karena rakyat tak pernah dilibatkan. Pengibaran bendera ini adalah penegasan sikap kami, bagi kami di desa kepaon menolak reklamasi adalah harga mati” tegas Bobby Susila.
Kabupaten Badung, Kabupaten yang berhadapan langsung dengan Teluk Benoa, pengibaran bendera serentak juga dilakukan di Kuta, Legian dan Seminyak. Di Desa Pakraman Kuta, Pengibaran bendera tolak reklamasi di Desa Pakraman Kuta dilakukan Forum Kuta Perjuangan dan Yowana Desa Pakraman Kuta yang di ikuti oleh pemuda dari masing-masing 13 Sekaa Truna Truni di Desa Pakraman Kuta. Dikoordinir ketua Yowana Desa Pakraman Kuta, ratusan bendera berkibar di sepanjang sepanjang jalan Raya Kuta, jalan Bakung Sari, jalan Buni Sari, jalan Legian, jalan Tegal Wangi.
Ketua Yowana Desa Pakraman Kuta, tujuan pendirian bendera ini agar lebih memantapkan bahwa Desa Adat Kuta menolak reklamasi Teluk Benoa. Sebagai kawasan pariwisata, Desa Pakraman Kuta menurutnya juga sering kali dipakai tempat diselenggarakannya acara yang mendatangkan pejabat pusat. “Pengibaran bendera ini juga di tujukan kepada para pejabat utamanya pejabat pusat untuk melihat bahwa Desa Pakraman Kuta sebagai salah satu bagian dari Pasubayan Desa Pakraman Bali Tolak reklamasi Teluk Benoa yang tegas menolak reklamas Teluk Benoa” ungkap Gusman Saputra, Ketua Yowana Desa Pakraman Kuta
Ditanya soal penggunaan logo ForBALI, Koordinator Pasubayan Desa Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa menjelaskan bahwa penggunaan simbol tersebut sudah sesua dengan hasil rapat Pasubayan Desa Pakraman. “ForBALI itu adalah wadah aspirasi penolakan reklamasi Teluk Benoa dari krama Bali yang notabene adalah hampir seluruhnya krama (warga) dari desa pakraman yang tergabung di dalam pasubayan. Keberadaan ForBALI adalah bagian tak terpisahkan dalam perjuangan pasubayan tolak reklamas teluk benoa. ForBALI berada di bawah desa pakraman” ujar I Wayan Swarsa yang juga Bendesa Pakraman Kuta.
Sementara tu, Koordinator ForBALI menjelaskan, perjuangan menolak reklamas teluk benoa tidak akan berhenti dan tidak akan kenal lelah sampai reklamasi teluk benoa dihentikan dan perpres 51 tahun 2014 dibatalakan. Pengibaran bendera secara serentak ini menurutnya adalah bentuk dari perjuangan yang tidak pernah henti tersebut. “Pengibaran bendera secara serentak sebagai simbol perjuangan rakyat Bali yg tiada kenal henti” papar I Wayan Gendo Suardana.
Aksi pengibaran bendera tolak reklamasi ini ini dilakukan untuk mempertegas sikap Desa Pakraman dalam menolak reklamasi Teluk Benoa, dan untuk memperlihatkan bahwa perlawanan terhadap reklamasi Teluk Benoa ini semakin membesar. Dan sampai saat berita ini dibuat, pengibaran bendera di beberapa titik masih terus berlangsung.
Pengibaran bendera tolak reklamasi Teluk Benoa ini akan kembali dilakukan, terutama oleh desa adat dalam Pasubayan Desa Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa yang belum melakukan pengibaran Bendera. (ForBali)



Sabtu, 09 April 2016

Tolak Reklamasi Teluk Benoa di Jakarta dan Kota Lain


PERLAWANAN masyarakat menolak reklamasi Teluk Benoa di Bali, kini kian menggema ke seluruh pelosok negeri ini. Teluk Benoa merupakan kawasan konservasi, yang menyangga berbagai keragaman hayati, sumber penghidupan bagi masyarakat, serta kawasan suci bagi masyarakat Hindu di Bali. Mereklamasi kawasan Teluk Benoa berarti juga menimbun perairan yang dihidupi berbagai spesies yang merawat keanekaragaman hayati, juga menjarah hak sipil para masyarakat setempat untuk memiliki lingkungan hidup yang sehat dan situs peribadahan.
Aksi solidaritas yang dilakukan di Jakarta dan juga di beberapa daerah di Indonesia merupakan protes terhadap bagaimana pemerintah mengabaikan fakta-fakta ekologis, sosial, dan religi Teluk Benoa dan relasinya dengan masyarakat Bali.
“Pesan dari aksi solidaritas ini tegas dan jelas. Kami menyerukan dicabutnya Perpres No. 51 Tahun 2014! Aksi solidaritas ini tidak hanya dilakukan di Jakarta, tetapi juga dilakukan di Bandung, Palangkaraya, Belitong, Makassar, di hari yang sama. Menyusul Bangka dan Jogjakarta di hari yang berbeda”, ujar John Tirayoh dari ForBALI (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa) simpul Jakarta. “Aksi solidaritas ini merupakan dukungan terhadap aksi-aksi yang telah dilaksanakan di Bali yang dipimpin oleh ketua-ketua adat. Aksi solidaritas ini bermaksud untuk menggemakan suara masyarakat di Bali,” lanjutnya.
ForBALI menggugat keberadaan Perpres tersebut karena melanggar semangat konstitusi Republik Indonesia. Dua hal khususnya yang kami soroti adalah perlindungan lingkungan hidup dan juga perlindungan terhadap masyarakat adat. Upaya reklamasi Teluk Benoa telah melalaikan dua hal yang saling terkait ini. Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2014 ini dilihat seperti telah memberikan jebakan betmen bagi Pemerintahan Joko Widodo.
“Peraturan Presiden ini ditandatangani tidak lama sebelum Mantan Presiden SBY menyelesaikan masa jabatannya. Peraturan Presiden ini adalah sebuah kebijakan pembangunan warisan dari Pemerintahan SBY. Produk kebijakan turunan dari MP3EI yang mendapat penolakan keras dari masyarakat Bali saat ini menjadi beban rezim Presiden Joko Widodo. Proses pembuatan Perpres dilakukan kilat, giliran mendapat penolakan, Presiden Joko Widodo yang harus menghadapinya”, ujar I Wayan Gendo Suardana, Koordinator ForBALI.
Ketika ditanya tentang proses pembuatan Peraturan Presiden yang mengubah status kawasan Teluk Benoa dari konservasi ke kawasan budidaya, pria yang akrab disapa Gendo ini menjelaskan, “Dibawah Pemerintahan SBY, Perpres tersebut diubah hanya dalam waktu 5 (lima) bulan setelah Gubernur Bali Mangku Pastika mengajukan permohonan mengenai perubahan Perpres No 45/2011 tanggal 23 Desember 2013. Lalu, 2 (dua) bulan setelahnya, PT TWBI mendapatkan ijin lokasi reklamasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hanya dalam waktu yang singkat.”
Melalui aksi solidaritas di berbagai kota ini, ForBALI juga mendorong agar Presiden Joko Widodo segera menghentikan rencana reklamasi Teluk Benoa serta mencabut Perpres No 51/2014 agar lepas dari jebakan rezim sebelumnya.
Gerakan melindungi Teluk Benoa dari ancaman reklamasi juga menjadi mercusuar bagi inisiatif lainnya untuk melindungi pesisir Indonesia. Diperlukan gerakan masyarakat secara total dan tidak berbatas untuk menjaga perairan Indonesia dari berbagai upaya privatisasi, penghancuran maupun pembangunan yang tidak berkelanjutan. Menyelamatkan Teluk Benoa berarti menjaga pesisir Indonesia dan secara global, menjaga alam untuk seluruh umat manusia. (ForBali)



Atribut Tolak Reklamasi Teluk Benoa Terus Meluas

MENUNGGU waktu digelarnya persembahyangan bersama oleh Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa pada hari ini (Minggu, 10/4) di Pura Sakenan, Pulau Serangan, Denpasar untuk memohon rest uterus berjuang menolak reklamasi berkedok revitalisasi teluk benoa, rakyat bali di berbagai penjuru Bali antusias memasang baliho dan atribut penolakan reklamasi Teluk Benoa.

Di Nusa Dua, Bali
Sekaa Teruna Teruni (STT) Banjar Penyarikan dan Bocah-Bocah Creative (BBC), Bualu, Nusa Dua siang tadi mendirkan baliho penolakan reklamasi teluk benoa di wilayah mereka. Hadir juga di dalam pemasangan baliho tersbut Ketua BBC  I wayan Santika bersama kepala lingkungan penyarikan I Nyoman Sueta, SE. dan juga Jro Mangku Angin.
I Nyoman Sueta, Kepala Lingkungan Penyarikan menjelaskan, Pemasangan Baliho tersebut adalah sebagai bentuk permohonan restu kepada Jro Gede Mecaling agar diberikan restu menuju persembahyangan bersama Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa. “sesuai dengan simbol yang yang kami pasang di baliho adalah JRO gede Mecaling yang berstana di Pura Dalem Nusa, agar Ida Betara nuntun perjalanan kami dan kami diberikan restu acara persmbhyang sebentar lagi. Kami menganggap beliau lah yang menuntun kita dlm perjalanan dan perjuangan menolak reklamasi teluk benoa ini” papar nyoman sueta.
Sementara itu, ketua BBC menjelaskan pemasangan baliho selain sebagi bentuk permohona restu kepada ida betara yang berstana di Pura Dalem Nusa, pendirian baliho tersebut untuk meminta kepada Presiden Joko Widodo agar segera mencabut perpres 51/2014. “Kepada Bapak Presiden RI Joko Widodo agar mencabut Perpres 51 Tahun 2014. Pencabutan perpres 51 tahun 2014 ini sangatlah penting selain untuk menghentikan rencana reklamasi Teluk Benoa serta pencabutan Perpres No 51/2014 agar melepaskan Presiden dari jebakan rezim sebelumnya” Papar Wayan Santika.


Di Legian, Kuta, Bali
Di sepanjang jalan legian, Kuta, masyarakat legian yang dikoordinir oleh Solidaritas Legian Peduli (SOLID) melakukan pemasangan panji-panji penolakan reklamasi Teluk Benoa. di hubungi langsung, Koordintor SOLID Tolak Reklamasi Teluk Benoa menjelaskan pemasangan panji-panji tolak reklamasi teluk benoa tersebut untuk menyampaikan pada khalayak luas dan mendapatkan reaksi dari wisatawan yang berada di wilayah legian untuk menanyakan langsung kepada masyarakat legian tentang alasan penolakan reklamasi teluk benoa. sebagai daerah pariwisata menurutnya pemasang baliho tersebut akan menadapatkan perhatian lebih. “Mengingat kita daerah kawasan wisata, kita yakin akan mendapat fokus perhatian lebih. Hal ini jg kita buktikan secara langsung mendapat reaksi wisatawan dgn dgn bertanya kpd masy dan mendapatkan review positif ikut mendukung pergerakan ini krn yg mrk inginkan adl wisata budaya dan kealamian Bali utk dtg kesini” papar Koordintor SOLID AA. Putu Oka Hartawan.

Ia juga menjelaskan sebagai daerah yang berada di kawasan pariwisata, legian tidak anti dengan invetasi akan tetapi menurrutnya investasi yang merusak seperti rencana reklamasi teluk benoa harus dibatalkan karena reklamasi teluk benoa justru akan menghacurkan pariwisata bali yang ada saat ini. “Panji-panji kita sengaja dipasang dijalan utama Jl Legian-Kuta sebagai bentuk protes atas adanya rencana reklamasi Teluk Benoa dan meminta agar Perpres 51/2014 segera dicabut” ujaranya. Pencabutan perpres 51/2014 dengan mengembalikan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi akan menghindarkan bali dari kerusakan yang lebih parah. Untuk terus membela ibu pertiwi, koordinator SOLID juga menekankan jika semua panji-panji yang dipasang adalah swadaya dari masyarakat Legian, dengan sukarela membelinya atas dasar hati nurani. (ForBali)