Minggu, 26 Juni 2016

Delapan Sekaa Teruna Kusamba Deklarasi Tolak Reklamasi Teluk Benoa


SEBANYAK delapan Sekaa Teruna (organisasi pemuda adat) di Desa Kusamba, Klungkung, menggelar aksi deklarasi tolak reklamasi Teluk Benoa di Desa Kusamba, Klungkung, Minggu (26/6). Delapan sekaa tersebut di antaranya adalah ST. Mekar Sari, ST. Putra Segara, ST.Dharma Satya Kencana, ST.Dhala Bhuana, ST. Chanti Graha, ST.Chanti Budaya, ST.Satya Warma, ST. Sahadewa.
Mereka menggelar aksi deklarasi tolak reklamasi Teluk Benoa di Jalan Bypass Ida Bagus Mantra, Kusamba, Klungkung. Aksi deklarasi tolak reklamasi Teluk Benoa juga dihadiri oleh organisasi dan komunitas dari desa-desa lain dan kabupaten lain di Bali untuk bersolidaritas terhadap deklarasi tolak reklamasi Teluk Benoa oleh pemuda di Kusamba.
Meskipun sebelum aksi dirudung hujan, ribuan massa aksi tetap memadati lokasi deklarasi. Di dalam aksi tersebut, perwakilan dari masing-masing Desa yang menolak reklamasi Teluk Benoa menyampaikan orasi penolakan reklamasi Teluk Benoa.
Di dalam deklarasinya, Sekaa Teruna dan pemuda desa Kusamba yg diwakili oleh Ketut Agus menyatakan sejak saat deklarasi tersebut mereka menyatakan dengan tegas menolak reklamasi Teluk Benoa. “kami pemuda-pemuda kusamba dengan tegas menolak reklamasi Teluk Benoa, batalkan Perpres nomor 51 tahun 2014” ujar Agus membacakan pernyataan sikapnya.
Agus menceritakan bahwa sebagai anak yang lahir dan besar di daerah pesisir pantai merasakan betul dampak reklamasi dari pulau serangan. Pantai di Kusamba yang dulu luas pantainya berhektar-hektar kini luasnya hanya tinggal tinggal sejengkal. “Apakah kita mau pantai kita habis, sehingga anak cucu kita nanti tidak punya pesisir lagi ?” tanya Agus yang disambut oleh massa aksi. Karena alasan tersebut dia mengajak teman-temanya dari Kusamba untuk terus bergerak menolak reklamasi Teluk Benoa.


Di dalam pernyataan sikapnya, Agus juga mengkritik para pejabat yang diam namun, meskipun para pejabat itu diam mereka akan terus bergerak untuk menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. “Saat mereka (para pejabat) diam terkait reklamasi, kami pemuda Kusamba dengan tegas menolak reklamasi teluk benoa. Tolak reklamasi” ujarnya.
Selain pembacaan deklarasi pernyataan sikap oleh pemuda Kusamba, juga ada orasi dari perwakilan komunitas yang tersebar di seluruh  Bali. Seperti yang disampaikan oleh Wayan Inguh perwakilan dari Denpasar. Inguh menyebut deklarasi tolak reklamasi Teluk Benoa oleh pemuda kusamba adalah bentuk dari Dharmaning Ksatrya mahotama yaitu kewajiban utama seorang ksatria. “Hari ini pemuda kusamba klungkung menunjukan sikap ksatryanya dengan mendeklarasikan dirinya untuk berjuang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa” kata Wayan Inguh usai menyampaikan orasinya.
Sementara itu, wayan gendo suardana, koordinator ForBALI (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa) menyatakan deklarasi oleh pemuda kusamba sebagai pembuktian bahwa gerakan tolak reklamasi teluk benoa tidak akan surut. Di dalam gerakan tolak reklamasi ini mereka menyatakan tidak akan pernah takut ditempa panasnya terik matahari dan juga hujan bahkan juga di intimidasi. Akan lebih menakutkan menurutnya ketika hati nuraninya beku melihat ketidakadilan “Inilah barisan militant Bali Tolak Reklamasi. Kita tidak pernah takut sinar matahari, kita tidak pernah takut ditempa cuaca, kita tidak pernah takut diintimidasi, yang kita takutkan adalah ketika hati nurani kita beku dan diam melihat ketidakadilan” ujar Gendo Suardana.
Di dalam orasinya, Gendo Suardana juga menjelaskan keterlibatan Made Mangku Pastika meng-create dan mendukung upaya mereklamasi Teluk Benoa, sampai akhirnya muncul Perpres 51 Tahun 2014. Penjelasan tentang keterlibatan Gubernur Bali tersebut menurutnya adalah sebagai jawaban terhadap pendapat Mangku Pastika yang mengaku dirinya dikambing hitamkan. “Made Mangku Pastika yang meng- create dan mendukung penuh upaya mereklamasi Teluk Benoa, dari menerbitkan SK Reklamasi sampai akhirnya mengajukan perubahan status konservasi Teluk Benoa hingga muncul Perpres 51 tahun 2014” papar Gendo.
Didalam orasinya, Gendo membantah berbagai tudingan yang menyatakan gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa hanyalah gerakan yang sentiment terhadap pribadi Made Mangku Pastika karena dia Gubernur dari Bali Utara. Ia juga meyakini bahwa mereka tidak pernah benci dengan pribadi Made Mangku Pastika karena berasal dari Bali Utara. “Tudingan itu tidak benar kawan-kawan dari manapun gubernurnya, kita tidak pernah akan benci kalau gubernurnya bisa mendengarkan suara rakyat” ujar gendo. Gendo menambahkan Made mangku pastika akan didukung sepenuhnya jika berbuat baik terhadap bali, akan tetapi jika tidak bisa melihat dan mendengar aspirasi rakyatnya seperti sekarang maka akan mereka akan melawan sehabis – habisnya.
“Kita akan melawan rezim siapa pun, dengan gerakan yang sebesar ini dengan upaya menyelamatkan Teluk Benoa seperti ini kita takan pernah mundur” ujar Gendo.
Selain di isi orasi, aksi deklarasi oleh pemuda klungkung juga diisi oleh panggung musik dan juga gong baleganjur. Usai menggelar aksi deklarasi tolak reklamasi Teluk Benoa yang berlangsung sekitar dua jam tersebut, massa aksi membubarkan diri dengan tertib. (ForBali)



Rabu, 22 Juni 2016

Semeton Tanjung Bungkak Beri “Kado” Baliho Tolak Reklamasi untuk Gubernur


SEMETON Tanjung Bungkak, Denpasar memberikan “kado ulang tahun” kepada Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika yang pada Rabu (22/6) berusia 65 tahun. Kado tersebut berupa kado aspirasi dari Semeton Tanjung Bungkak yang mendirikan 3 Baliho berukuran 2x3 meter dengan tulisan Semeton Tanjung Bungkak, Tolak Reklamasi Teluk Benoa.
Pendirian 3 buah baliho ini merupakan baliho pertama kali yang berdiri di wilayah Desa Adat Tanjung Bungkak. Pendirian tersebut untuk menegaskan bahwa warga masyarakat di Desa Adat Tanjung Bungkak yang tergabung didalam Semeton Tanjung Bungkak menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Hal ini disampaikan Putu Adi Nayana, selaku Koordinator Semeton Tanjung Bungkak disela pemasangan di 3 titik yakni Jalan Narakusuma, Jalan Akasia dan Depan Pura Dalem Tanjung Bungkak. “Tujuannya untuk menegaskan jika kami menolak reklamasi Teluk Benoa dan meminta kepada pak Presiden untuk membatalkan Perpres 51 tahun 2014,” terangnya.
Pada hari pendirian baliho, juga bertepatan dengan ulang tahun dari Gubernur Bali, ditanya pesan apa yang ingin disampaikan kepada Gubernur Bali, Putu Adi menyampaikan kepada Gubernur untuk segera mengambil keputusan atas rencana reklamasi Teluk Benoa ? “Kami berpesan agar segera memberikan keputusan, jangan memPHP-kan (Pemberi Harapan Palsu, Red) semeton yang menolak reklamasi,” tuturnya.
Putu Adi menyampaikan agar Gubernur Bali Mangku Pastika jangan mengorbankan lingkungan dengan alasan demi pariwisata, karena menurutnya pariwisata dapat ditingkatkan dengan menjaga budaya, bukan dengan reklamasi. “Kita tidak butuh reklamasi, yang perlu kita tingkatkan adalah budaya kita, karena dari menjaga kualitas budaya itu kita bisa meningkatkan pariwisata,” ujar warga Banjar Sebudi ini.
Gerakan penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa terus meluas seiring dengan pendirian baliho tolak reklamasi Teluk Benoa oleh Semeton Tanjung Bungkak.  Semeton Tanjung Bungkak yang berada di Desa Adat Tanjung Bungkak yang memiliki 3 Banjar, di antaranya Banjar Tanjung Bungkak Kelod, Tanjung Bungkak Kaja dan Banjar Sebudi ini pun bertekad akan terus berjuang demi melestarikan budaya dan lingkungan di Bali bersama masyarakat lainnya. (ForBali)


                                                                

Selasa, 21 Juni 2016

Tempat yang Romantis di Tanah Wuk, Sangeh, Badung, Bali





Tempat ini sangat romantis bagi pasangan yang ingin mengabadikan perjalanan cintanya. Namanya, Tanah Wuk. Lokasinya tak jauh dari tempat wisata kera di Sangeh. Sekitar 2 km ke arah utara dari Obyek Wisata Sangeh. Kalau mau lebih jelas, silakan cek link google maps ini.

Lokasi Tanah Uwuk

Lahan Pura Petilasan Maharsi Agastya Dijual Rp 2,5 M


AKUN facebook KHMB UNJ memuat sebuah cerita yang cukup miris terkait peninggalan bersejarah di daerah Cariu Jonggol, Bogor, Jawa Barat. Di situ tercantum penulisnya bernama Putu Cahyani Ade Putri. Berikut curhat yang cukup miris tersebut.

Om Swastyastu, mau cerita sedikit ya buat pengetahuan aja.
Pura Petilasan Maharsi Agastya, Cariu Jonggol. Berdiri di atas lahan pribadi dari Bapak Putra yang beragama hindu.
Pemangku yang muput disana bernama Bapak Ida Bagus Putu Subali sudah meninggal, anak dan istrinya memilih untuk berpindah agama karena merasa kurang paham dengan segala macam tata upacara keagamaan dan merasa tidak ada yang membimbing.
Pura ini dibangun diatas lahan seluas kurang lebih 2,5 hektar. Berdasarkan informasi dari teman saya, anggota KMHB UNJ yang baru saja melakukan Tirtha Yatra ke Pura ini, ternyata seluruh tanah ini sudah terjual dengan harga 2,5 M dan dijual oleh anak dari pemilik pura. Informasi ini didapat dari salah satu anak buah Bapak Putra.
Selanjutnya, ketika hari ini keluarga saya datang ke Pura Petilasan ini, istri dari almarhum pemangku menjelaskan bahwa pelunasan akan dilakukan sehabis lebaran.
Mungkin karena banyak yang kurang tahu pura ini serta masyarakat sekitar yang bukan pemeluk hindu membuat pura petilasan ini menjadi kurang tersentuh.
Pertanyaannya adalah, kemanakah kita sebagai 
pemeluk agama hindu sehingga salah satu pura petilasan yang sangat berharga dan bersejarah ini bisa dijual kepada pihak lain?

Putu Cahyani Ade Putri
KMHB UNJ


BACA JUGA

Tempat yang Romantis di Tanah Wuk, Sangeh, Badung, Bali