Oleh:
*) Andrian Kumolo
KELOMPOK
gerakan separatis Papua sering
memberikan pernyataan yang tidak benar kepada dunia Intornasional. Mereka
mempolitisasi dan internasionlisasiisu pelanggaran HAM dan genosida serta
menganggap bahwa Indonesia telah mengokupasi wilayah Papua secara ilegal.
Padahal fakta yang terjadi di Papua adalah banyaknya tindakan kekerasan dan
teror yang dilakukan oleh kelompok separatis untuk mencapai tujuan mereka,
bahkan membahayakan nyawa aparat dan masyarakat setempat. Menurut sejarahpun Irian Barat resmi menjadi
bagian dari pemerintah Republik Indonesia setelah diadakannya Penentuan
Pendapat Rakyat (Pepera). Hasil Pepera pada 1 Mei 1963 menunjukkan keinginan rakyat Irian Barat
untuk bergabung dengan NKRI. Keabsahan Pepera juga diakui dunia dengan
keluarnya Resolusi PBB nomor 2504 pada Sidang Umum PBB 19 November 1969.
Isu-isu tersebut juga dibenarkan oleh beberapa jurnalis
asing dan organisasi non pemerintah (NGO). Namun pembelaan yang dilakukan oleh
mereka adalah agenda terselebung untuk mengangkat isu HAM Papua ke masyarakat
Internasional.Pola kerja yang ditunjukkan oleh mereka adalah dengan menuntut
pemerintah membuka pintu bagi jurnalis asing untuk meliput di Papua. Hal
tersebut justru sering dimanfaatkan kelompok-kelompok pendukung gerakan Papua
merdeka untuk memainkan isu-isu yang mendiskreditkan Pemerintah Indonesia.
Contohnya saja kebakaran hutan yang terjadi di Papua. Melalui situs freewestpapua.org,
mereka mengkalim bahwa kebakaran hutan yang terjadi di Irian Barat (Papua)
adalah kesalahan pemerintah Indonesia sehingga menyebabkan masalah kesehatan di
Papua New Guinea. Pemerintah dituding tidak menghargai tanah dan orang asli
Papua serta hanya ingin mengeksploitasi sumber daya alam Papua.
Pernyataan mereka tidak berdasar serta menuding tanpa
fakta yang jelas dan akurat. Pelaku pembakaran belum diketahui dengan jelas.
Namun dengan hanya melihat pencitraan satelit yang menunjukkan adanya kebakaran
hutan di sejumlah wilayah Papua, mereka langsung menuding pemerintah yang
melakukannya. Jelas bahwa kelompok ini sangat ingin memecah Papua dari
NKRI. Pernyataan yang dikeluarkannya
justru mengandung unsur-unsur kebencian yang tidak objektif. Bahkan
dikait-kaitkan dengan masalah lainnya.
Tuding Pembatasan pers dan NGO di Papua
Saat ini juga banyak tudingan muncul bahwa jurnalis asing
maupun NGO asing dilarang ke Papua. Tuduhan tersebut juga disampaikan oleh
kelompok separatis papua. Melalui berita yang direleasse oleh CNN, Indonesia
telah menutup beberapa kantor NGO internasional dan meninggalkan Papua hingga
akhir tahun 2015. Hal tersebut ditanggapi oleh Pemimpin Kemerdekaan Papua
Barat, Benny Wenda bahwa penutupan NGO di papua agar pelanggaran HAM yang
terjadi di Papua tidak terungkap.
Menurut Human Right Watch, nasib para aktivis LSM
Internasional tak jauh berbeda dengan jurnalis asing yang bekerja di Papua.
Kehadiran mereka mendapat pengawasan ketat karena dikhawatirkan menyusupkan
kepentingan yang berpotensi mengganggu stabilitas keamananan nasional.
"Wacana penutupan sebenarnya sudah lama, bahkan sudah dilakukan terhadap
beberapa LSM Internasional yang ada di Papua," ujar aktivis Human Right
Watch Andreas Harsono kepada CNN Indonesia. Sejumlah LSM Internasional yang
telah lebih dulu menutup operasinya di Papua antara lain Catholic
Organisation for Relief and Development Aid (CORDAID) pada 2010 dan Peace
Brigades International (PBI) pada 2011.
Keterbatasan asing di Papua merupakan aturan hal yang
wajar. Selama ini, cukup banyak LSM asing dan jurnalis asing yang datang ke
Papua justru untuk memprovokasi terjadinya tindakan separatis. Bukan
mengkritisi dan mengajak masyarakat Papua untuk ikut bantu membangun negeri
serta menyampaikan pendapat secara santun.
Kebebasan Pers di Papua juga telah dijamin oleh Presiden
Jokowi.
Sebelumnya, pemerintah memberlakukan izin khusus meliput atau aktivitas jurnalistik lain di Papua. Peraturan ini telah berlangsung sejak lama. Kondisi serupa juga pernah diberlakukan pada Provinsi Timor Timur yang saat ini telah berdiri menjadi negara sendiri bernama Timor Leste. Kepolisian menegaskan telah patuh terhadap perintah Presiden Jokowi untuk menghormati kebebasan pers di Papua. Memang yang harus diwaspadai di balik kebebasan ini adalah adanya upaya asing untuk memisahkan Papua dari NKRI.(*)
Sebelumnya, pemerintah memberlakukan izin khusus meliput atau aktivitas jurnalistik lain di Papua. Peraturan ini telah berlangsung sejak lama. Kondisi serupa juga pernah diberlakukan pada Provinsi Timor Timur yang saat ini telah berdiri menjadi negara sendiri bernama Timor Leste. Kepolisian menegaskan telah patuh terhadap perintah Presiden Jokowi untuk menghormati kebebasan pers di Papua. Memang yang harus diwaspadai di balik kebebasan ini adalah adanya upaya asing untuk memisahkan Papua dari NKRI.(*)
( Penulis adalah Pengamat
Sosial Politik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar